Filsafat fenomenologi berasal dari bahasa Yunani yakni phaenasthai yang artinya memperlihatkan dirinya sendiri. Istilah lain dari fenomenologi adalah phainomenon. Arti fenomenologi secara harfiah adalah menampakkan atau nampak diri. Fenomena adalah fakta yang disadari serta masuk dalam pemahaman manusia. Fenomenologi sendiri menggambarkan pengalaman manusia yang berkaitan dengan sebuah objek. Ada juga pengertian fenomenologi adalah pendekatan filsafat yang memusatkan perhatian pada gejala dan membanjiri kesadaran manusia.
Menurut ahli, ilmu dapat diperoleh dengan mengalami suatu peristiwa secara sadar. Namun dalam fenomenologi tidak ada teori serta tak terdapat hipotesis maupun tidak ada sistemnya. Saat ini pendekatan fenomenologi sudah banyak digunakan oleh para peneliti sebagai metodologi penelitian atau pendekatan. Awalnya fenomenologi adalah pendekatan filsafat yang berdasar kepada filsafat ilmu. Banyak literatur yang sepakat bahwa bapak fenomenologi adalah Edmund Husserl.
Macam-macam Fenomenologi
Secara mendasar, fenomenologi mencoba untuk mengungkapkan realitas yang dialami oleh subjek untuk kemudian dimaknai para peneliti. Adapun fenomenologi tersebut dikembangkan oleh para filosof atau pemikir setelah Edmund Husserl. Perkembangan itu pada akhirnya memunculkan adanya sistem baru di dalam fenomenologi.
Para pemikir atau filosof pastinya mempunyai gaya, pandangan serta asumsi bahkan ada cara-cara tertentu dan berbeda dari apa yang telah digariskan oleh Husserl. Ini membuat fenomenologi berkembang sampai menjadi sejumlah klasifikasi atau jenis. Menurut Moran dan Burrel, setidaknya terdapat tiga macam fenomenologi antara lain transcendental, sosiologi dan eksistensial.
Akan tetapi ada juga jenis fenomenologi yang berbeda secara mendasar meliputi fenomenologi islam, post fenomenologi serta post fenomenologi tauhid, Para peneliti mencoba untuk menjelaskan secara umum tentang jenis-jenis fenomenologi tersebut.
Baca juga: Sejarah Filsafat Humanisme
1. Fenomenologi Husserl atau Transcendental
Pertama ada fenomenologi transedental yang paling sering digunakan di dalam penelitian ilmu sosial. Adapun kata transenden sendiri mengandung arti berupa berada di luar kemampuan manusia. Kata transenden yang dimaksud yaitu kesadaran murni dari aku yang tengah mengalami fenomena tersebut. Sehingga fenomenologi Husserl ini berfokus terhadap studi mengenai Aku.
Di sini aku adalah seseorang yang mengalami namun bukan pengalaman itu sendiri. Kata aku yang dialami oleh subyek berbeda dengan apa yang dialami oleh Aku lainnya. Pemakaian kata Aku memperlihatkan bahwa aku yang satu berbeda dengan seseorang Aku lainnya. Di mana artinya adalah manusia satu berbeda dengan manusia lainnya.
2. Fenomenologi Martin Heidegger atau Eksistensial
Selanjutnya ada fenomenologi Heidegger yang merupakan transformasi dari fenomenologi sebelumnya yakni dari Edmund Husserl. Kendati demikian ia sendiri adalah kritik atas nuansa idealism yang melingkup dalam fenomenologi Husserl. Menurut Heidegger, esensi aktivitas dan kesadaran adalah hal yang penting dalam upaya pengembangan ilmu. Hal tersebut dibutuhkan sebagai landasan dalam teori ilmiah.
Walaupun konsep fenomenologinya banyak terpengaruh oleh pendahulunya, tetapi ia menyorot bahwa trem yang berbunyi kembali pada subjek hanya semakin mempertebal sebuah idealisme. Selain itu ini adalah hal yang konkret. Heidegger menolak adanya model kesadaran Cartesian yakni pengkultusan kata aku sebagai realitas murni dan terpisah dari kehidupan sehari-hari. Bisa dikatakan bahwa yang dideskripsikan oleh Heidegger merupakan eksistensi manusia.
3. Fenomenologi Jean Paul Sarte atau Negativitas
Sementara itu gagasan filsafat Sartre merupakan sebuah usaha guna merekonsiliasi kutub subjek juga objek. Adapun tendensi ini dimotivasi oleh pengalaman hidup Sarte mengenai kebebasan dirinya. Untuk fenomenologi Sarte berasal dari filsafat Cartesian yakni sebuah keinginan untuk menghasilkan sebuah konel yang jernih serta terpilah.